Berdasarkan
bentuk dan strukturnya biji jagung dapat diklasifikasikan
sebagai
berikut:
Jagung
Mutiara (Flint Corn), Zea
mays indurate
Biji
jagung tipe mutiara berbentuk bulat licin, mengkilap, dan keras. Bagian
pati yang
keras terdapat di bagian atas biji. Pada saat masak, bagian atas biji
mengkerut
bersama-sama, sehingga permukaan biji bagian atas licin dan
bulat.
Varietas
lokal jagung di Indonesia umumnya tergolong ke dalam tipe biji
mutiara.
Tipe ini disukai petani karena tahan hama gudang.
Gambar 4.
Biji jagung dan bagian-bagiannya.
Pati
(aleurone)
Kulit
biji
(perikarp)
Kotiledon
(skutelum)
Endosperma
Koleoptil
Plumula
daun
Meristem
apikal tajuk
Meristem
apikal akar
Koleoriza
22 Jagung:
Teknik Produksi dan Pengembangan
Jagung
Gigi Kuda (Dent Corn), Zea
mays indentata
Bagian
pati yang keras pada tipe biji dent berada
di bagian sisi biji, sedangkan
bagian
pati yang lunak di bagian tengah sampai ujung biji. Pada waktu biji
mengering,
pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih mengkerut
daripada
pati keras, sehingga terjadi lekukan (dent)
pada bagian atas biji.
Biji tipe dent
ini bentuknya besar, pipih, dan berlekuk.
Jagung
Manis (Sweet Corn), Zea
mays saccharata
Biji
jagung manis pada saat masak keriput dan transparan. Biji yang belum
masak
mengandung kadar gula (water-soluble polysccharride,
WSP) lebih
tinggi
daripada pati. Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi
dibanding
jagung normal pada umur 18-22 hari setelah penyerbukan. Sifat
ini
ditentukan oleh gen sugary (su) yang resesif (Tracy 1994).
Jagung
Pod, Z. tunicata Sturt
Jagung pod
adalah jagung yang paling primitif. Jagung ini terbungkus oleh
glume atau
kelobot yang berukuran kecil. Jagung pod tidak dibudidayakan
secara
komersial sehingga tidak banyak dikenal. Kultivar Amerika Selatan
dimanfaatkan
oleh suku Indian dalam upacara adat karena dipercaya
memiliki
kekuatan magis.
Jagung
Berondong (Pop Corn), Zea
mays everta
Tipe
jagung ini memiliki biji berukuran kecil. Endosperm biji mengandung
pati keras
dengan proporsi lebih banyak dan pati lunak dalam jumlah sedikit
terletak
di tengah endosperm. Apabila dipanaskan, uap akan masuk ke
dalam biji
yang kemudian membesar dan pecah (pop).
Jagung
Pulut (Waxy Corn), Z.
ceritina Kulesh
Jagung
pulut memiliki kandungan pati hampir 100% amilopektin. Adanya
gen
tunggal waxy (wx) bersifat resesif epistasis yang terletak pada kromosom
sembilan
mempengaruhi komposisi kimiawi pati, sehingga akumulasi
amilosa
sangat sedikit (Fergason 1994).
Jagung QPM
(Quality Protein Maize)
Jagung QPM
memiliki kandungan protein lisin dan triptofan yang tinggi
dalam
endospermnya. Jagung QPM mengandung gen opaque-2
(o2) bersifat
resesif
yang mengendalikan produksi lisin dan triptofan. Prolamin menyusun
sebagian
besar protein endosperm dengan kandungan lisin dan triptofan
yang jauh
lebih rendah dibanding fraksi protein lain. Fraksi albumin, globulin,
Subekti et al.:
Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung 2
3
dan
glutein memiliki kandungan lisin dan triptofan tinggi. Gen o2
dalam
ekspresinya
mengubah proporsi kandungan fraksi-fraksi protein. Fraksi
prolamin
berkurang hingga 50%, sedangkan sintesis albumin, globulin, dan
glutein
meningkat. Kandungan lisin dan triptofan jagung QPM meningkat,
sementara
sintesis prolamin memiliki kandungan lisin rendah (Vasal 1994).
Kandungan
protein yang tinggi dalam endosperm memberikan warna
gelap pada
biji.
Jagung
Minyak Tinggi (High-Oil)
Jagung
minyak tinggi memiliki biji dengan kandungan minyak lebih dari 6%,
sementara
sebagian besar jagung berkadar minyak 3,5-5%. Sebagian besar
minyak
biji terdapat dalam scutelum, yaitu 83-85% dari total minyak biji.
Jagung
minyak tinggi sangat penting dalam industri makanan, seperti
margarin
dan minyak goreng, serta industri pakan. Ternak yang diberi pakan
jagung
minyak tinggi berdampak positif terhadap pertumbuhannya
(Lambert
1994). Jagung minyak tinggi memiliki tipe biji bermacam-macam,
bisa dent
atau flint.
FASE
PERTUMBUHAN DAN PERKECAMBAHAN
Secara
umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun
interval
waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang
dapat
berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga
tahap
yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai
dengan
pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun
pertama;
(2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun
pertama
yang terbuka sempurna sampai tasseling dan
sebelum keluarnya
bunga
betina (silking), fase ini
diidentifiksi dengan jumlah daun yang
terbentuk;
dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking
sampai
masak fisiologis.
Perkecambahan
benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit
biji.
Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam
tanah
meningkat >30% (McWilliams et al. 1999).
Proses perkecambahan
benih
jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses imbibisi dan
benih
membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi
yang
tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak,
dan
protein yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula,
asam-asam
lemak, dan asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrio
yang
tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang
menembus
pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza. Setelah radikel
24 Jagung:
Teknik Produksi dan Pengembangan
muncul,
kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktu
yang sama
atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil
terdorong
ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang mendorong koleoptil
ke
permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam pemunculan
kecambah
ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaan
tanah,
pemanjangan mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptil
dan
menembus permukaan tanah.
Benih
jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Bila
kelembaban
tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelah
tanam.
Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah
ke atas permukaan
tanah. Pada kondisi lingkungan yang lembab, tahap
pemunculan
berlangsung 4-5 hari setelah tanam, namun pada kondisi yang
dingin
atau kering, pemunculan tanaman dapat berlangsung hingga dua
minggu
setelah tanam atau lebih.
Keseragaman
perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang
tinggi. Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah.
Tanaman
yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing
dengan
tanaman, akibatnya tanaman yang terlambat tumbuh tidak normal
dan tongkolnya
relatif lebih kecil dibanding tanaman yang tumbuh lebih
awal dan
seragam.
Gambar 5.
Perkecambahan benih jagung.
Biji
(Luar)
Endosperma
plumula
(Dalam)
kotiledon
Radikula
Daun
pertama
muncul
Koleoptil
terbuka
Koleoptil
(pelepah
pelindung
pucuk
dan
daun)
Koleoptil
muncul
Akar
Rambut
akar
tumbuh
pada
akar
utama
Plumula
(pucuk
pertama)
Radikula
(akar
pertama)
Subekti et al.:
Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung 2
5
Setelah
perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa fase
berikut:
Fase V3-V5
(jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5)
Fase ini
berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10-18 hari setelah
berkecambah.
Pada fase ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh,
akar nodul
sudah mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah.
Suhu tanah
sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan
memperlambat
keluar daun, meningkatkan jumlah daun, dan menunda
terbentuknya
bunga jantan (McWilliams et al. 1999).
Fase
V6-V10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10)
Fase ini
berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18 -35 hari setelah
berkecambah.
Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan
akar dan
penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang
meningkat
dengan cepat. Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel)
dan
perkembangan
tongkol dimulai (Lee 2007). Tanaman mulai menyerap hara
dalam
jumlah yang lebih banyak, karena itu pemupukan pada fase ini
diperlukan
untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (McWilliams
et al.
1999).
Fase V11-
Vn (jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir
15-18)
Fase ini
berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah
berkecambah.
Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering
meningkat
dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi
untuk
mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman sangat sensitif
terhadap
cekaman kekeringan dan kekurangan hara. Pada fase ini,
kekeringan
dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan
perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan
jumlah
biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol, yang akibatnya
menurunkan
hasil (McWilliams et al. 1999, Lee
2007). Kekeringan pada fase
ini juga
akan memperlambat munculnya bunga betina (silking).
Fase Tasseling
(berbunga jantan)
Fase tasseling
biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai oleh adanya
cabang
terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina (silk/
rambut
tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul,
di mana
pada periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan
mulai
menyebarkan serbuk sari (pollen). Pada fase ini
dihasilkan biomas
26 Jagung:
Teknik Produksi dan Pengembangan
maksimum
dari bagian vegetatif tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot
kering
tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman masing-masing 60-
70%, 50%,
dan 80-90%.
Fase R1 (silking)
Tahap silking
diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang
terbungkus
kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling.
Penyerbukan
(polinasi)
terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh
menyentuh
permukaan rambut tongkol yang masih segar. Serbuk sari
tersebut
membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk mencapai sel telur
(ovule),
di mana pembuahan (fertilization) akan
berlangsung membentuk
bakal
biji. Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari.
Rambut
tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus
memanjang
hingga diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam
suatu
struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yaitu
glume, lemma,
dan palea, serta memiliki warna putih pada bagian luar biji.
Bagian
dalam biji berwarna bening dan mengandung sangat sedikit cairan.
Pada tahap
ini, apabila biji dibelah dengan menggunakan silet, belum terlihat
struktur
embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir
komplit
(Lee 2007).
Fase R2 (blister)
Fase R2
muncul sekitar 10-14 hari seletelah silking, rambut
tongkol sudah
kering dan
berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir
sempurna,
biji sudah mulai nampak dan berwarna putih melepuh, pati
mulai
diakumulasi ke endosperm, kadar air biji sekitar 85%, dan akan
menurun
terus sampai panen.
Fase R3
(masak susu)
Fase ini
terbentuk 18 -22 hari setelah silking.
Pengisian biji semula dalam
bentuk
cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji
sangat
cepat, warna biji sudah mulai terlihat (bergantung pada warna biji
setiap
varietas), dan bagian sel pada endosperm sudah terbentuk lengkap.
Kekeringan
pada fase R1-R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang
terbentuk.
Kadar air biji dapat mencapai 80%.
Fase R4 (dough)
Fase R4
mulai terjadi 24-28 hari setelah silking.
Bagian dalam biji seperti
pasta
(belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah
terbentuk,
dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman
kekeringan
pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji.
Subekti et al.:
Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung 2
7
Gambar 6.
Fase pertumbuhan tanaman jagung.
Fase R5
(pengerasan biji)
Fase R5
akan terbentuk 35-42 hari setelah silking.
Seluruh biji sudah terbentuk
sempurna,
embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan
segera
terhenti. Kadar air biji 55%.
Fase R6
(masak fisiologis)
Tanaman
jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking.
Pada tahap
ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum.
Lapisan
pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan
telah
terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman.
Pembentukan
lapisan hitam (black layer) berlangsung
secara bertahap,
dimulai
dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung
tongkol.
Pada varietas hibrida, tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau
(stay-green)
yang tinggi, kelobot dan daun bagian atas masih berwarna
hijau
meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap ini kadar
air biji
berkisar 30-35% dengan total bobot kering dan penyerapan NPK oleh
tanaman
mencapai masing-masing 100%.
28 Jagung:
Teknik Produksi dan Pengembangan
DAFTAR
PUSTAKA
Fergason,
V. 1994. High amylose and waxy corn. In: A.
R. Halleuer (Ed.)
Specialty
Corns. CRC Press Inc. USA.
Hardman
and Gunsolus. 1998. Corn growth and development. Extension
Service.
University of Minesota. p.5.
Lambert,
R.J. 1994. High oil corn hybrids. In: Arnel
R. Halleuer (Ed.). Specialty
corns. CRC
Press Inc. USA.
Lee, C.
2007. Corn growth and development. www.uky.edu/ag/grain crops.
McWilliams,
D.A., D.R. Berglund, and G.J. Endres. 1999. Corn growth and
management
quick guide.www.ag.ndsu.edu.
Paliwal.
R.L. 2000. Tropical maize morphology. In: tropical
maize:
improvement
and production. Food and Agriculture Organization of
the United
Nations. Rome. p 13-20.
Smith,
M.E., C.A. Miles, and J. van Beem. 1995. Genetic improvement of maize
for
nitrogen use efficiency. In Maize research for
stress environment.
p. 39-43.
Syafruddin.
2002. Tolok ukur dan konsentrasi Al untuk penapisan tanaman
jagung
terhadap ketenggangan Al. Berita Puslitbangtan 24: 3-4.
Tracy, W.
F. 1994. Sweet corn. In: A. R. Halleuer
(Ed.) Specialty corns. CRC
Press Inc.
USA.
Vasal,
S.K. 1994. High quality protein corn. In:
A. R. Halleuer (Ed.). Specialty
corns. CRC
Press Inc. USA.
White,
P.J. 1994. Properties of corn strach. In: A.
R. Halleuer (Ed.). Specialty
corns. CRC Press Inc. USA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar